Diskusi Kebangsaan dan Pemetaan Situasi Politik Jelang Pemilu Serentak 2024 Oleh Aliansi Perekad, Jokpro, dan Indo Baromater

Jakarta,12 Juni 2022

Telah dilangsungkan pertemuan antara Aliansi Perekad,
Jokpro, dan Indo Barometer di Jakrta, pada Sabtu 11 Juni 2022 membahas berbagai isu kebangsaan serta memetakan situasi perpolitikan nasional menjelang Pemilu serentak tahun 2024.
Hadir dari Aliansi Perekad adalah Harsanto Adi Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indonesia,
Djasarmen Purba Ketua Umum Majelis Umat Kristen Indonesia, Yusuf Mujiono Ketua Umum
Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia, dan Dwi Urip Premono Wakil Ketua Umum Persatuan
Masyarakat Kristen Indonesia Timur. Sementara dari Jokpro hadir Ketua Umum Baron
Danardono didampingi Sekjen Timothy Ivan Triyono. Sedangkan dari Indo Barometer hadir
Direktur Eksekutif Muhammad Qodori.

Proyeksi Pilpres 2024

Salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah proyeksi Pilpres 2024.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh berbagai lembaga independen yang kredibel,
terdapat tiga nama yang bertengger di papan atas, yaitu Gubernur Jawa Tengah sekaligus kader
PDIP Ganjar Pranowo, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Gubernur DKI
Jakarta Anies Baswedan yang mendapat dukungan penuh dari kelompok ideologi Islam. Dalam
pertemuan tersebut Muhammad Qodori memaparkan bahwa kemungkinan besar ketiga orang
tersebut akan berlomba dalam Pilpres. Selain ketiga orang tersebut, masih ada satu orang lagi
kader PDIP yang memiliki kemungkinan ikut dalam perlombaan tersebut, yaitu Puan Maharani.
Bila proyeksi tersebut yang terjadi maka sudah bisa dipastikan bahwa suara pemilih kelompok
nasionalis akan terpecah. Selanjutnya akan terjadi Pilpres putaran kedua dengan kemungkinan
pertarungan antara Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Jadi nantinya masyarakat akan
diberikan dua pilihan calon presiden, yaitu Prabowo Subianto, yang pada Pilpres 2019 didukung
oleh kelompok ideologi Islam ketika bertarung dengan Joko Widodo dan Anies Baswedan yang
sudah santer diberitakan akan mendapat lagi dukungan penuh dari kelompok ideologi Islam.

Siapa Calon dari PDIP

Dengan analisis seperti itu, tentunya akan lebih “aman” bagi kelompok nasionalis untuk
mencalonkan dan mendukung penuh satu orang calonnya saja. Namun akan kah PDIP rela
memberikan tiket kepada Ganjar Pranowo yang disinyalir memiliki hubungan yang tidak
harmonis lagi dengan sebagian elit partainya? Sinyalemen tersebut semakin menguat akhirakhir ini dengan pernyataan lugas dari beberapa petinggi partai tersebut bahwa mereka tidak
menghendaki tampilnya Ganjar Pranowo maju sebagai capres dari PDIP.

Dengan potensi daya pilih Ganjar Pranowo yang sedemikian tinggi, tidak adakah partai lain –
yang tentunya harus berkoalisi – yang berminat untuk menjadikannya sebagai jagoan untuk
memenangi kontestasi politik nasional tersebut? Lantas sebagian orang menduga bahwa Koalisi
Indonesia Bersatu, yang terdiri dari tiga partai – Golkar, PPP, dan PAN – dirancang untuk
menerima dan mencalonkannya sebagai capres. Namun dugaan tersebut secara tegas dibantah
oleh Ketum Golkar Erlangga Hartanto yang menyatakan bahwa Ganjar Pranowo bukan kader
mereka.

Jika begitu keadaannya, lantas siapa yang akan menjadi capres dari kelompok nasionalis? Puan
Maharani kah? Akan kah PDIP berani mempertaruhkan reputasinya sebagai partai “juara
bertahan” dengan menjagokannya sebagai capres, dengan mempertimbangkan daya pilihnya
yang relatif rendah? Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP tentu saja akan sangat
cermat dalam mempertimbangkan segala sesuatunya, setidaknya untuk menjaga keutuhan dan
kebesaran partai, selain demi kokohnya Pancasila sebagai tiang penyangga utama NKRI.

Perspektif Aliansi Perekad

Aliansi Perekad menilai proyeksi situasi politik tersebut sebagai sesuatu hal yang penting dan
genting untuk disadari, dicermati, ditanggapi, dan dilakukan langkah-langkah proaktif untuk
memastikan bahwa Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung dengan aman, tertib, dan damai.
Selanjutnya, Pemilu serentak 2024 harus menghasilkan seorang pemimpin yang mampu
menjaga persatuan dan kesatuan antarsuku, agama, ras, dan golongan. Pemimpin tersebut
harus mampu membawa bangsa Indonesia kepada kesejahteraan ekonomi dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyatnya. Selebihnya, pemimpin yang terpilih nanti harus mampu meneruskan
program-program strategis nasional, terutama pembangunan Ibu Kota Negara baru di
Nusantara – Kalimantan. Perpindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara sudah
disepakati, disetujui, dan dimulai pembangunannya sehingga presiden selanjutnya harus
mampu menyelesaikannya hingga tuntas.

Proyek-proyek investasi lain yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri harus menjadi perhatian
serius dari presiden terpilih nantinya. Berbagai proyek-proyek nasional strategis sudah
dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, seperti pembangunan infrastruktur jalan, jembatan,
bandara, waduk, dan sebagainya di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di bagian timur
wilayah Indonesia, terbukti telah mampu menggerakkan dan meningkatkan kegiatan
perekonomian masyarakatnya. Pembangunan tersebut telah memperkecil kesenjangan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat antara wilayah barat dan timur Indonesia.

Dengan demikian maka presiden terpilih berikutnya harus mampu memastikan bahwa iklim investasi di
Indonesia harus tetap berjalan dengan lancar.
Selain itu, belajar dari pengalaman Pilkada DKI tahun 2017 dan Pilpres 2019 yang diwarnai
terjadinya polarisasi kelompok yang sangat tajam maka Aliansi Perekad bertekad untuk
melakukan langkah-langkah yang diperlukan agar Pemilu serentak 2024 tidak lagi
mengandalkan politik identitas agama sebagai strategi untuk mencapai kemenangan. Politik
identitas agama sudah terbukti menjadi ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa,
mengakibatkan ketidakstabilan politik, ekonomi, sosial, dan keamanan, serta berpotensi
menghancurkan NKRI.

Aliansi Perekad menyerukan kepada para elit politik untuk mengedepankan politik gagasan
dalam bertarung di Pemilu serentak 2024. Politik gagasan diyakini mampu menghasilkan
pemimpin yang memiliki integritas, kapabilitas, dan dedikasi. Ketiga nilai tersebut dapat
ditelusuri dari rekam jejak calon yang terungkap di ruang publik. Apakah calon tersebut mampu
menyelaraskan dan mengaktualisasikan setiap pernyataan politiknya dengan perbuatan atau
tindakan nyata dalam hal memimpin dan melayani rakyat? Apakah calon tersebut memiliki
kemampuan untuk menjalin dan merawat hubungan dan komunikasi dengan para pemangku
kepentingan? Apakah calon tersebut memiliki visi yang sanggup diwujudkannya untuk
membawa bangsa dan negara Indonesia menuju keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan?

Jokpro: Jokowi – Prabowo
Dalam kaitan dengan calon pemimpin negara tersebut, Jokpro berkeyakinan bahwa capres dan
cawapres yang mampu mengurangi potensi terjadinya polarisasi masyarakat adalah pasangan
Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Jokpro berharap dan berkeyakinan bahwa pada saat yang
tepat nanti, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri akan memberikan dukungan politiknya
untuk pasangan ini. Bukankah selama dua periode masa kepemimpinannya, Joko Widodo telah
berhasil menunjukkan loyalitas kepada PDIP dan hormatnya kepada Megawati Soekarnoputri
sebagai “ibu ideologis”, seiring dengan tugasnya sebagai presiden yang harus memimpin dan
melayani semua rakyatnya. Dua kewajiban tersebut yang tampak paradoksial tersebut telah
berhasil dilakukan secara harmonis dan efektif oleh Joko Widodo – sesuatu yang tidak mudah
untuk dilakukan.

Tentang Prabowo Subianto, publik sudah menyaksikan hubungan baiknya dengan Megawati
Soekarnoputri. Sedangkan profesionalitas dan loyalitasnya kepada Presiden Joko Widodo telah
ditunjukkannya selama dia menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Faktor pendukung lainnya
adalah jaringan komunikasi yang dimilikinya dengan elit-elit partai Islam yang menjadi
pendukungnya pada Pilpres 2019 yang lalu, selain sebagai seorang purnawirawan TNI tentunya.

Dukungan kepada konfigurasi pasangan ini selanjutnya akan didapatkan dari Koalisi Indonesia
Bersatu, selain tentunya dari Partai Gerindra. Bila pasangan ini berhasil maju sebagai kandidat
peserta Pilpres dengan mendapatkan tambahan dukungan dari partai-partai lainnya maka bisa
saja mereka akan melawan kotak kosong sebagai konsekuensi dari tidak adanya pasangan lain
yang menjadi lawan tanding. Dengan demikian maka ancaman polarisasi hilang dan politik
identitas agama tidak akan mendapatkan ruangnya lagi.

Namun apakah hal ini memungkinkan? Bukankah Joko Widodo sudah menjabat sebagai
presiden selama dua periode berturut-turut. Apakah konstitusi mengijinkannya? Apakah Joko
Widodo sendiri mau dicalonkan lagi? Jokpro meyakini bahwa perjuangan yang mereka lakukan
untuk memajukan pasangan ini sebagai kandidat peserta Pemilu 2024 bukanlah sesuatu yang
mustahil. Pasal 37 UUD 1945 yang mengatur tentang perubahan UUD menyatakan bahwa usul
perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

Oleh sebab itu, Jokpro tetap konsisten dan persisten mensosialisasi konsep “Joko Widodo 3
Periode” ke seluruh wilayah di Indonesia dengan cara memperluas jaringan dan memberi
edukasi politik kepada masyarakat. Bilamana masyarakat sudah teredukasi secara luas maka
dukungan publik akan semakin menguat dan pada saatnya nanti akan menjadi usulan kepada
MPR untuk selanjutnya menjadi agenda para elit politik dalam rangka mewujudkan aspirasi
rakyat. (*/DUP)

Jakarta, 12 Juni 2022
Brigjen TNI (Purn) Harsanto Adi, M.Th.
Ketua Presidium ALIANSI PEREKAD

 

 

by: Ana Kezia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *