Dr Yohanes Henukh UU Penodaan Agama Alat mengatasi Ujaran Kebenciaan

Jakarta wartaindo Tertangkapnya Muhaman Kece dan Yahya Waloni yang disangkakan melakukan penodaan agama mengundang polemik persoalan landasan hukumnya dengan UU penodaan agama. Menyikapi tentang masihkah UU Penodaan agama ini dipertahankan, Yohanes Henukh Ketua Sekolah Teologia Pokok Anggur (STTPA ) Jakarta yang  sudah malang melintang di berbagai Sekolah teologia seperti STT SETIA, STT STIJA dan masih ini ketika diminta pandangannya tentang adanya UU penodaan agama yang masih memunculkan pro kontra tegas mengatakan bahwa UU Penodaan itu masih di butuhkan saat ini.

Dengan tujuan agar orang lebih hati-hati dalam menyikapi dan menghormati ajaran agama orang lain, artinya tidak memunculkan tindakan yang saling menjelekkan agama orang lain. Apalagi UU penodaan agama ini semakin kuat karena orang yang ditengarai melakukan tindakan penodaan atau penistaan agama juga dikenakan pasal UU ITE, karena mereka melakukan tindakan tersebut dengan menggunakan tehnologi informasi yang di media sosial baik face book, twiter, istagram, whasapp dan lain sebagainya.

Harus diakui lanjut Yohanes ayah dua anak ini bahwa negara ini adalah negara hukum artinya segala perilaku kehidupan manusia harus diatur dengan undang-undang supaya orang tidak main hakim sendiri, termasuk di dalamnya UU Penodaan agama tersebut sangat penting.

Dengan adanya UU tersebut orang tidak sembarang untuk melakukan tindakan ujaran kebencian satu dengan yang lainnya atau kepercayaan yang satu dengan kepercayaan yang lainnya. “Artinya orang tidak seenaknya mengatakan kebencian ke kelompok lain”, tandasnya serius.

Memang dalam pemahaman kepercayaan Orang Kristen memang Tuhan tidak memerlukan pembelaan, pembuktiaannya sangat jelas ketika Yesus di bawa dan disalibkan Dia tidak membela diri namun Dia menyatakan kebenaran. Kebenaran itu dibuktikan dengan ucapan di tanganMu Aku menyerahkan nyawaku baru kemudian orang-orang yang menyaksikan membenarkan bahwa Yesus Anak Allah. Jadi kebenaran itu dibuktikan dan tak butuh pembelaan.

Memang orang boleh berapologetika tetapi yang namanya Tuhan perlu dibela itu tidak ada, bagi orang Kristen sepanjang ini, ketika menghadapi hinaan selalu menghadapinya dengan kasih, kasih itu membutuhkan kesabaran dan antara kasih dan kesabaran itu tak terpisahkan.

Salomo mengatakan orang yang sabar itu melebihi pahlawan, berangkat dari situlah orang Kristen mau belajar seperti Kristus sekalipun dihina, dianiaya dan segalanya tidak membalas dan tetap belajar mengasihi.

Landasan itulah kalau selama ini ketika kekristenan di hina tidak ada yang melaporkan,  kalau saat ini ada yang dilaporkan semata karena adanya ketidakadilan yang muncul. Itulah perlu adanya UU tersebut sehingga adil. Menyangkut pelaporan memang banyak hal yang dipertimbangkan istilahnya ada aspek politik sebagai bahan pertimbangan. Karena ketika salah bertindak ada efek dominonya.

Agar terhindar dari sangkaan penodaan agama, orang Krsten tetap melukan apa yang diperintah Tuhan Yesus agar mendokan mereka yang memusuhimu, doakan agar mereka diubahkan hatinya, selanjutnya dengan membangun komunikasi antar sesama wujud dari ajaran cinta kasih sebagai ajaran Tuhan. Berikutnya yesus berkata jangan menghakimi orang lain termasuk orang Kristen jangan menghakimi agama lain.

“Janganlah menghakimi supaya kamu tidak dihakimi, makanya saya tidak setuju kalau ada orang Kristen men ghakimi agama lain karena  itu kata Yesus”, ujarnya tegas. Apapun ajaran mereka bukan hak kita yang menghakimi, tugas kita menyampaikan apa yang kita percayai, dan tidak boleh menghakimi orang lain baik orang diluar Kristen maupun dalam kekristenan itu sendiri.

Perumpamaan Ilalang dan gandum itu dibiarkan tumbuh bersama karena penghakiman nanti hak tuhan yang akan memisahkan ilalang dan gandum, intinya janganlah menghakimi orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *