Oleh : Yaya Sunaryo, S.Pd.
Dosen UMHT
Wartaindo.id Jakarta Pada tanggal 3 Oktober 2024, sebuah diskusi dengan tema “Pemikiran, Gagasan, dan Aksi Jenderal Besar Abdul Haris Nasution” berlangsung di Tante Thea Snoephuis, Jl. Sumurbatu Raya No. 10, Depok. Acara ini diselenggarakan oleh komunitas belajar Kejeniusan dan dihadiri oleh 21 peserta yang terdiri dari aktivis, pemerhati pertahanan, dan akademisi dari beberapa perguruan tinggi. Diskusi tersebut menghadirkan Prof. Yudhie Haryono, Ph.D., dan Hatta Taliwang sebagai narasumber utama, dengan Kirdi Putra sebagai moderator.
Jenderal Besar Abdul Haris Nasution adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah militer Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan pemikiran dan gagasannya tentang hubungan antara militer dan sipil serta strategi pertahanan nasional. Diskusi ini menggali lebih dalam pemikiran dan aksi Nasution yang membawa dampak besar terhadap militer Indonesia, terutama dalam membentuk Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Latar Belakang Pembentukan TNI
Dalam diskusi ini, narasumber menyampaikan bahwa pada masa awal pembentukan TNI, terdapat empat faksi utama yang terlibat, yaitu Faksi Hisbullah, Faksi Komunis, Faksi KNIL, dan Faksi PETA. Namun, dalam perkembangannya, hanya dua faksi yang memiliki pengaruh signifikan, yaitu Faksi KNIL dan Faksi PETA. Kedua faksi ini akhirnya menjadi pilar utama dalam membentuk TNI yang modern dan terkoordinasi.
Tokoh kunci dari Faksi KNIL adalah Urip Sumoharjo, yang berperan penting dalam mengkoordinasi berbagai kelompok pejuang untuk bersatu dalam satu wadah. Di antara para perwira dari Faksi KNIL, nama Abdul Haris Nasution mencuat sebagai salah satu pemikir militer yang paling berpengaruh.
Pemikiran Kunci Abdul Haris Nasution
Pemikiran Nasution tentang hubungan sipil-militer merupakan salah satu warisannya yang paling dikenal. Menurutnya, militer harus dekat dengan rakyat, sebuah prinsip yang kemudian menjadi landasan dalam hubungan antara TNI dan masyarakat sipil di Indonesia. Nasution meyakini bahwa kekuatan militer tidak hanya terletak pada senjata, tetapi juga pada dukungan penuh dari rakyat.
Selain itu, Nasution juga dikenal dengan pandangannya tentang pendidikan dan kepemimpinan militer. Ia berpendapat bahwa seorang pemimpin militer harus memiliki wawasan yang luas dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Pemikirannya tentang perang gerilya juga menjadi acuan bagi strategi pertahanan Indonesia. Ia melihat bahwa perang gerilya tidak hanya relevan di masa lalu, tetapi juga penting di masa kini, terutama dalam menghadapi ancaman asimetris.
Sejarah dan Kontribusi Nyata Nasution
Abdul Haris Nasution bukan hanya seorang pemikir, tetapi juga seorang pelaku sejarah yang sangat berpengaruh. Salah satu kontribusi besarnya adalah peran pentingnya dalam memfasilitasi Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang mengembalikan Indonesia ke UUD 1945. Dekrit ini menjadi titik balik bagi stabilitas politik dan kepemimpinan nasional, yang saat itu tengah dilanda krisis konstitusional.
Selain itu, Nasution juga berjasa dalam mengembangkan doktrin pertahanan yang dikenal dengan “Sistem Pertahanan Rakyat Semesta.” Doktrin ini menyatukan kekuatan militer dan rakyat dalam satu kesatuan pertahanan yang kuat dan tangguh. Konsep ini menunjukkan pandangannya yang mendalam tentang pentingnya keterlibatan rakyat dalam menjaga kedaulatan negara.
Nasution vs Soekarno
Dalam diskusi ini, narasumber juga membandingkan pemikiran Abdul Haris Nasution dengan Soekarno. Meskipun keduanya memiliki visi besar untuk Indonesia, pendekatan mereka berbeda. Nasution lebih fokus pada penguatan militer dan pertahanan, sementara Soekarno lebih menekankan pada pembangunan nasional dan hubungan internasional. Keduanya saling melengkapi dalam upaya membangun Indonesia yang berdaulat dan kuat.
Diskusi ini menegaskan bahwa pemikiran Nasution masih relevan hingga saat ini. Pemikirannya tentang hubungan sipil-militer, pendidikan kepemimpinan, dan strategi pertahanan menjadi warisan penting bagi generasi penerus. Para peserta diskusi pun menyepakati bahwa Indonesia perlu terus mempelajari dan menerapkan pemikiran-pemikiran ini dalam menghadapi tantangan keamanan di masa depan.
Epilog
Diskusi ini tidak hanya mengingatkan kita pada warisan intelektual dan strategis Abdul Haris Nasution, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya peran militer dalam menjaga kedaulatan negara. Dengan semakin kompleksnya tantangan global, pemikiran Nasution tentang perang gerilya dan hubungan sipil-militer tetap relevan dan menjadi panduan dalam merumuskan strategi pertahanan Indonesia di era modern.(*)
Penulis adalah Dosen UMHT