UKI MPK dan PISCA Gelar Seminar Bicara Pancasila dan Ke-Indonesia-an Kita

 JAKARTA wartaindo.com Program Doktoral Hukum Universitas Kristen Indonesia (PDH UKI), Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia dan Persekutuan Intelegensia Sinar Kasih (PISKA) mengadakan seminar bersama dengan mengangkat tema “Pancasila dan Ke-Indonesiaan Kita”.

Seminar yang dilakukan secara daring ini dilakukan pada hari Selasa (12/07/2022) pukul 13:00, serta menghadirkan narasumber yang berkompeten yaitu Prof. Dr. H. Ermaya Suryadinata, S.H., M.H., M.S. selaku Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP RI), Prof. Dr. John Pieris, S.H., M.H., M.S. selaku Kepala Program Studi Program Doktor Hukum (Kaprodi PDH) UKI, Dr. Aartje Tehupelory, S.H., M.H. selaku Ketua Bidang Kebijakan Pendidikan MPK di Indonesia, Dr. Nelson Simanjuntak, S.H., M.Si. selaku Kepala Pusat Fasilitas dan Kerja Sama Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Fasker Sekjen Kemendagri) dan Angel Damayanti, S.IP., M.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UKI dan Wakil Ketua Umum PISKA.

Latar belakang pada seminar adalah untuk menilik lebih dalam bagaimana Pancasila menjadi dasar dan sumber dalam perjalanan Indonesia ke depan dan sekaligus memperingati hari Pancasila pada tanggal 1 Juni yang lalu.

Prof. John Pieris pada pemaparannya mengatakan, para pendiri bangsa dan pembuat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sudah menyepakati Pancasila sebagai norma dasar (groundnorm) atau norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm).

“Pancasila itu sebagai jiwa bangsa Indonesia (volkgeist), sebagai dasar negara (groundnorm – staatsfundamentalnorm) kekuatan pemersatu atau pengikat integrasi bangsa (integrative value), jati diri bangsa (national identity), nilai ideal (ideal value), sumber dari segala sumber hukum negara dan sebagai ideologi pemersatu bangsa yang majemuk,” jelas Prof. John.

Menurut Prof. John, lima sila pada Pancasila itu termasuk kristalisasi nilai nilai yang interinsik. Tidak ada dasar lain atau fondasi lain untuk membangun dan mengatur bangsa Indonesia. Maka jika ada pihak pihak lain dan kelompok tertentu yang ingin menggantikan Pancasila dengan dasar yang lain (agama dan ideologi yang bertolak belakang dengan Pancasila) maka kita harus menolak dan melawannya sebab Pancasila adalah pilihan yang tepat, benar dan sudah final.

Lebih lanjut, beliau juga mengingatkan selain berpijak pada lima dasar Pancasila kita harus berpijak kepada empat prinsip cita hukum yang ada sebab hukum bisa menjadi alat untuk mencapai tujuan negara. Empat prinsip cita hukum tersebut haruslah selalu menjadi asas umum yang memandu terwujudnya cita-cita dan tujuan negara, sebab cita hukum adalah kerangka keyakinan (belief framework) yang bersifat normatif dan konstitutif.

“Pancasila telah ditematkan sebagai cita hukum Indonesia (rechtsidee) dan sumber dari segala sumber hukum yang merupakan tingkatan tertinggi dalam tata hukum nasional mempunyai teori jenjang norma hukum. Sehingga cita hukum (rechtsidee) Pancasila dalam pembangunan sistem hukum nasional mempunyai tiga nilai yaitu : nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis,” sudahnya.

Sebagai ketua yang membidangi kebijakan pendidikan, Dr. Aartje berpendapat bahwa pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan terutama dalam memajukan suatu peradaban manusia dan sekaligus menjadi hal yang penting bagi kemajuan bangsa. Beliau juga mengatakan, pendidikan agama/kepercayaan bisa menjadi pondasi dasar terkait kelakuan, budi pekerti dalam kehidupan personal, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara melalui transformasi sebagai instumen perubahan berkaitan dengan nilai dan sikap mental manusia dan sangat sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia, digunakan untuk petunjuk hidup, Pedoman hidup serta sebagai penunjuk arah bagi semua aktifitas hidup masyarakat Indonesia. Ideologi, pandangan hidup dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai yang digali dari budaya bangsa yang mencerminkan sikap dan tingkah laku bangsa Indonesia,” tutur Dr. Aartje

“Tujuan pendidikan Kristen untuk memberikan pertolongan kepada mereka yang mau memahami serta menanti karya Tuhan terhadap ciptaan Nya dalam setiap kehidupan. Dalam penyelenggaraan pendidikan Kristen untuk memikirkan dengan benar dan mendalam tentang bagaimana membangun kehidupan peserta didik dalam konteks kekristenan,” lanjut ucap Dr. Aartje

Menurut Dr. Aartje, pendidikan kebangsaan Indonesia yang berlandaskan Pancasila harus dapat menghadirkan sikap toleransi serta menghargai sesama dan bukan hanya itu saja memperkuat dan menghayati pendidikan Kristen secara Indonesia yang kemudian direfeleksikan secara teologis oleh pendidikan Kristen dengan nilai-nilai Pancasila dapat membentuk karakteristik pemikiran menata Indonesia yang orisinil, bermoral, integritas serta professional.

“Para guru atau pengajar mempunyai sikap terbuka adil memiliki peran penting dalam hal memberikan edukasi tentang pentingnya nilai-nilai kebangsaan di dalam praksis, masyarakat yaitu toleransi antar umat beragama, menghargai perbedaan, memberikan pemahaman, toleransi antar umat beragama, menghargai perbedaan, memberikan  pemahaman  yang mendalam mengenai ciri khas  ke-Indonesiaan seperti  Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI agar supaya  perselisihan atau konflik antar kelompok agama,  antar golongan dan antar etnis dapat dihindari,” jelasnya

Dalam menutup pembicaraanya, Dr. Aartje mengingatkan pendidikan Kristen dalam konteks kebangsaan Indonesia harus bersifat inklusif, nasionalis, dialogis,  menghargai  sesama  yang berbeda baik secara budaya, ras, etnis maupun juga antar kepercayaan agama proses-proses pembelajaran secara dinamis terus diupayakan bagi para pendidik untuk pengembangan karakter  mereka didik secara keindonesia dengan mencintai serta menghadapi nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.

Sejalan dengan pendapat beberapa narasumber sebelumnya, Dr. Nelson mempertegas Pancasila adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum yang dijadikan bahan hukum dasar nasional yang tertulis di dalam amanat Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Beliau juga menyadari pasca reformasi nilai-nilai Pancasila mulai memudar. Menurutnya terdapat enam indikator yang membuat pudarnya Pancasila yaitu

Pertama, dicabutnya Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat (Tap MPR) No.II/MPR/1978 tentang Eka Prasetia Pancakarsa atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dan Dibubarkannya Badan Pembinaaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) pada tahun 1998.

Kedua dihapusnya mata pelajaran wajib Pancasila dalam kurikulum pendidikan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Ketiga, hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) 2015 dari 100 Orang Indonesia : 18 tidak tahu lagu kebangsaan, 54% tidak hafal lirik, 24 tidak hafal sila Pancasila

Keempat, hasil survey Alvara Research Center 2018 : 19% Aparatur Sipil Negara (ASN) menyatakan anti Pancasila Selanjutnya hasil survey Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) 2019 : 23,4% mahasiswa Indonesia terpapar Radikalisme Anti Pancasila dan terakhir hasil kajian BPIP terhadap produk hukum pada tahun 2019 terdapat 84 UU yang masih dikaji antara lain 63 perlu direvisi dan 21 sudah selaras serta 42 Peraturan Daerah (Perda) yang masih dikaji antara lain 40 sudah selaras dan 2 perlu dikaji.

Dengan indikator tersebut, beliau mengatakan bahwa Kemendagri akan ikut berperan dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Pemda) mengenai pengembangan pemuda dalam bela negara yang tertulis pada UUD 1945 pasal 27 ayat 3 dan Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) No. 38 Pasal 2 Tahun 2011.

“Menteri dalam negeri bertanggung jawab dalam peningkatan kesadaran bela negara yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi,” tegas Dr. Nelson.

Menutup pemaparannya, beliau menyentil bagi siapa saja yang menyerukan penggantian Pancasila dengan ideologi lain akan diancam lima tahun penjara. Hal ini sudah diatur dalam paragraf 2 pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tentang “Peniadaan dan Penggantian Ideologi Pancasila”.

“Pancasila harus dipertahankan untuk menjaga keutuhan NKRI,” tegas Angel

Menurutnya, radikalisme, intoleransi dan terorisme di Indonesia semakin meluas.

“Pada 29 Mei 2022 kita dikejutkan dengan adanya konvoi sekelompok orang yang menyebut dirinya sebagai bagian dari Khilafatul Muslimin (KM) di Cawang, Jaktim. Konvoi serupa juga terjadi di Cirebon, Brebes dan Surabaya. Organisasi ini tersebar di 25 provinsi, dan pusatnya berada di Lampung. KM berdiri sejak tahun 1997, memiliki 14.000 anggota yang terdaftar dengan kartu identitas, pemimpin dan beberapa pengurusnya adalah eks napiter,” ucap Angel

“KM bukanlah fenomena baru yang terjadi di Indonesia. Diinspirasi oleh pemikiran dan cita-cita Kartosuwiryo untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Didorong oleh rasa kecewa terhadap pemerintah RI dan dimotivasi oleh tujuan religius-politis, Kartosuwiryo ingin mendirikan DI/TII,” lanjut beliau.

Angel berpendapat bahwa terdapat beberapa akar masalah pada radikalisme yaitu psikologi, politik, ideologi, ekonomi dan media. Lebih lanjut, beliau menjelaskan terdapat dua pemicu radikalisme dan terorisme di Indonesia yang diantaranya pemicu domestik seperti ideologi Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII), Piagam Jakarta dan gerakan kekhalifan serta pemicu Internasional seperti Al Qaeda, ISIS dan kekhalifahan transnasional.

Sejalan dengan pernyataanya, Angel mengatakan peran internet dan media sosial sangat penting dalam menyebarkan radikalisme, intoleransi dan terorisme seperti mempublikasikan dakwah radikal, pengumpulan dana dan rekrutmen anggota.

“Mencegah penyebaran ideologi radikal, dengan tiga cara yaitu penguatan nilai-nilai dan butir-butir Pancasila melalui pendidikan di semua lini, pemanfaatan media sosial untuk penanaman nilai-nilai Pancasila dan lembaga pendidikan Kristen dan gereja perlu terlibat dalam penguatan nilai-nilai Pancasila kepada umat Kristiani,” tutupnya. (YM/AS)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *