Oleh : Riskal Arief, S.Sos
Wartaindo.id Jakarta Peribahasa “Si vis pacem, para bellum” berasal dari bahasa Latin yang artinya “Jika ingin damai, bersiaplah untuk perang.” Peribahasa ini pertama kali dicatat oleh seorang ahli strategi militer Romawi bernama Publius Flavius Vegetius Renatus dalam karyanya “Epitoma Rei Militaris” sekitar abad ke-4 Masehi.
Vegetius menulis tentang pentingnya persiapan militer dan strategi untuk mempertahankan perdamaian dan stabilitas suatu negara. Ia percaya bahwa dengan menunjukkan kekuatan militer yang cukup, musuh akan ragu untuk menyerang, sehingga perdamaian dapat dipertahankan.
Peribahasa ini mengandung makna bahwa perdamaian dan keamanan tidak bisa dicapai hanya dengan mengharapkan tidak adanya perang atau konflik, tetapi melalui kesiapan dan kekuatan militer yang cukup. Peribahasa ini mengajarkan bahwa kesiapsiagaan dan kekuatan militer adalah kunci untuk menjaga perdamaian dan stabilitas.
Peribahasa ini masih sangat relevan di era modern. Meskipun konteks dan bentuk ancaman telah berubah, prinsip dasar dari kesiapsiagaan dan kekuatan sebagai sarana untuk menjaga perdamaian tetap berlaku. Di dunia yang semakin kompleks dengan ancaman yang datang dari berbagai arah, memiliki kemampuan pertahanan yang kuat adalah esensial untuk menjaga kedaulatan dan keamanan nasional.
Mewaspadai Adanya Ancaman
Setiap negara memang patut mewaspadai adanya ancaman baik dari dalam maupun luar negeri. Ketidakstabilan politik, konflik regional, dan ancaman terorisme adalah beberapa contoh risiko yang harus dihadapi oleh negara-negara modern. Mengabaikan potensi ancaman dapat berakibat fatal bagi keamanan dan stabilitas negara.
Dalam bidang hubungan internasional ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam memahami politik internasional, salah satunya adalah pendekatan realisme. Jeffrey W. Legro dan Andrew Moravcsik dalam “Is anybody still a realist?” menjelaskan bahwa realisme memiliki tiga asumsi dasar, diantaranya adalah bahwa realisme melihat dunia sebagai arena kompetisi/persaingan abadi untuk memperebutkan scarce and valuable goods (1999).
Dari pendekatan realisme, kita melihat bahwa tidak ada jaminan bahwa satu negara akan bersikap baik terhadap negara lain, sehingga relasi antar negara didasari dengan ketidakpercayaan terhadap niat satu sama lain.
Negara harus selalu siap menghadapi ancaman dari negara lain karena dunia internasional bersifat anarkis dan tidak ada otoritas pusat yang dapat menjamin keamanan. Negara harus mengandalkan kekuatan militernya untuk menjaga keamanan dan kedaulatannya.
Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas)
Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan posisi geografis strategis, memiliki kepentingan yang besar dalam menjaga keamanan nasional. Untuk itu Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas) sangat dibutuhkan oleh negara dalam merumuskan kebijakan dan strategi keamanan nasional. Di antara fungsi-fungsinya adalah sebagai berikut:
– Koordinasi dan Sinergi Antar Lembaga
Wankamnas berfungsi sebagai wadah koordinasi antara berbagai lembaga keamanan, militer, dan intelijen. Ini memastikan bahwa setiap upaya pertahanan dan keamanan dilakukan secara terintegrasi dan efektif.
– Penyusunan Kebijakan Keamanan Nasional
Wankamnas bertugas merumuskan kebijakan strategis untuk menghadapi ancaman baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan adanya kebijakan yang jelas dan terencana, Indonesia dapat lebih siap menghadapi berbagai situasi krisis.
– Analisis dan Evaluasi Ancaman
Wankamnas memiliki peran penting dalam menganalisis dan mengevaluasi ancaman yang dihadapi oleh negara. Dengan analisis yang tepat, kebijakan dan tindakan yang diambil dapat lebih efektif dalam menangani ancaman tersebut.
Ancaman bagi Indonesia
Berbicara tentang ancaman, maka negara kita tidak luput dari ancaman potensial, antara lain klaim teritorial di Laut China Selatan yang melibatkan China dan beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia. Klaim ini telah menimbulkan ketegangan dan potensi konflik di wilayah tersebut.
Lebih jauh, mantan Panglima TNI (2017-2021) Marsekal Hadi Tjahjanto pernah mengungkapkan tiga ancaman potensial yang patut diwaspadai, yakni siber, biologis, dan kesenjangan. Ketiga ancaman tersebut meski berbeda ranah, namun secara prinsip memiliki benang merah yang dapat mengamplifikasi satu sama lain (https://infopublik.id).
Covid-19 juga mengajarkan pada kita bahwa pandemi adalah ancaman signifikan bagi Indonesia. Pandemi mengancam Indonesia dalam berbagai aspek, mulai dari kesehatan masyarakat hingga stabilitas ekonomi dan keamanan nasional. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang holistik dan terkoordinasi untuk memitigasi dampak negatifnya.
Apapun bentuk ATHG (Ancaman, Tantangan, Hambatan, Gangguan) yang dihadapi, penting bagi negara ini untuk tetap waspada dan mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan. Dengan memiliki dewan keamanan nasional yang kuat dan kebijakan yang terencana, Indonesia dapat menjaga kedaulatan dan keamanannya di tengah dinamika regional dan global yang terus berubah.(*)
Penulis adalah Peneliti Nusantara Centre