Oleh : Yaya Sunaryo
Wartaindo.id Jakarta Sejarah Bangsa Indonesia adalah cerita sangat panjang. Itu ditandai dan dicatatnya peristiwa demi peristiwa. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin banyak penelitian tentang peristiwa pada masa lampau yang menyatakan bahwa peranan kerajaan Hindu Buddha maupun Buddha begitu riil.
Pembuktian sejarah semakin dipertegas dengan penelitian terhadap peninggalan besar maupun kecil, yang sudah dipugar ataupun masih terkubur di dalam tanah yaitu salah satunya adalah bangunan candi.
Kerajaan-kerajaan berbasis Buddhis diyakini pernah menjadi kekuatan terbesar dalam mempersatukan nusantara dan mewarisi banyak sekali kearifan lokal tetapi tidak sedikit ajaran-ajaran mulia dan kebajikan itu ikut terkubur bersama dengan karya besar dan mulianya.
Banyaknya penelitian juga menjadikan pro kontra antara sebab musabab terkuburnya karya besar itu.
Masa Klasik adalah istilah kepurbakalaan untuk menyebut suatu masa saat budaya Hindhu/Buddha berkembang di Indonesia. Pada masa ini arsitektur pembangunan candi sebagai bangunan keagamaan berkembang pesat. Selain candi yang merupakan monumen ada pula beberapa hasil karya seni yang merupakan tinggalan budaya pada masa klasik antara lain, arca, relief, alat-alat upacara, alat-alat pendukung aktivitas sehari-hari seperti bermacam-macam jenis tembikar atau keramik dari luar negeri.
Candi adalah salah satu tinggalan pada masa klasik yang menarik untuk dikaji. Didalam candi atau kompleks percandian terdapat banyak informasi dari berbagai disiplin ilmu, di antaranya ilmu arsitektur dan arkeologi. Data dari kedua ilmu yang diambil dari masa lalu melalui data candi tersebut dapat ditransfer dan dipelajari pada saat ini untuk selanjutnya dicari relevansinya agar dapat berguna dalam hal ini untuk mendukung kemajuan, khususnya dalam pembangunan infrastruktur. Berbagai bagian komponen pembangun struktur percandian, baik dari yang terbuat dari batu maupun bata, ternyata mengandung aspek-aspek dari berbagai disiplin ilmu yang telah dijabarkan pada masa lalu untuk mengakomodasikan kebutuhan manusia pada saat itu.
Berkembangnya masyarakat Jawa dalam suatu sistem keagamaan mendorong kemajuan bidang kesenian seperti arsitektur, seni relief, arca, sastra, dan seni pertunjukan yang difungsikan sebagai media religi. Salah satu wujud utama dari kemajuan seni itu adalah pendirian bangunan-bangunan candi Hindu Buddha yang tersebar luas di Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Candi sebagai bangunan suci pemujaan tidaklah berdiri sendiri dalam mewakili simbolisme religious melainkan juga ditopang oleh berbagai ragam hias sebagai unsur dominan dalam mendukung para umat untuk melakukan pemujaan religi di candi.
Menurut Syafii dan Rohidi (1987: 03), fungsi ornamen bagi masyarakat pada masa lampau (terutama masa prasejarah dan Hindu-Budha), adalah sebagai media untuk melampiaskan hasrat pengabdian, persembahan, penghormatan, dan kebaktian terhadap roh nenek moyang atau dewa yang dihormati, termasuk ornamen candi. Oleh karena itu, ornamen candi sebagai produk budaya yang berlatar agama Hindu-Budha, diciptakan tidak hanya memiliki nilai estetik melainkan juga nilai religius. Pemikiran mengenai nilai estetik seni pada setiap budaya memiliki karakteristik yang berbeda. Nilai estetik ini mengacu pada wacana yang otonom mengenai yang baik dan yang indah dalam kesenian. Nilai estetik suatu kesenian berkaitan pula dengan masyarakat pendukungnya. Termasuk budaya ornamen pada bangunan candi yang erat kaitannya dengan agama (Hindu-Budha).
Dalam kaitannya dengan disiplin ilmu arkeologi, maka candi adalah hasil budaya manusia yang dapat merekonstruksi kehidupan manusia pada masa lalu dari segi social budaya, kemasyarakatan, teknologi, lingkungan, dan lain-lain. Data dari candi ataupun kompleks percandian pada masa lalu tentu saja memerlukan alat analisis untuk dapat merekonstruksi kehidupan dan tingkah laku manusia pada masa lalu. Beberapa alat analisis tersebut, di antaranya adalah data tekstual, arsitektural, lansekap, geologi dan geokronologi. Data tekstual yang dimaksud adalah data tulisan yang sejaman dengan candi, yaitu prasasti dan naskah kesusastraan. Data ikonografi berupa arca dan bentuk-bentuk pahatan seniman saat itu, Motif hias dan relief candi dari segi morfoanatomy dan morfometry juga termasuk di dalamnya.
Sementara itu, dalam kaitannya dengan disiplin ilmu arsitektur, candi adalah sumber informasi pada masa lalu yang memberikan informasi mengenai seni, teknik, tata ruang, geografi, dan sejarah. Candi adalah sebuah hasil karya arsitektur yang dihasilkan manusia pada masa lalu. Oleh karena itu, pada suatu objek candi kita dapat merekonstruksi kehidupan pada masa lalu; dari sisi keilmuan arsitektur adalah seni bangunan termasuk di dalamnya bentuk ragam hiasnya.
Secara lebih mendetail lagi, dengan mempelajari candi kita akan dapat menelaah lebih jauh mengenai alam pemikiran manusia pada masa lalu dari sudut pandang teknik arsitektur, yaitu system mendirikan bangunan termasuk proses perancangan, konstruksi, struktur, dan tata ruang. Hal ini dikarenakan, dari segi tata ruang, arsitektur adalah pemenuhan kebutuhan ruang oleh manusia atau kelompok manusia untuk melaksanakan aktivitas tertentu. Sedangkan dari segi sejarah, kebudayaan dan geografi, arsitektur adalah ungkapan fisik dan peninggalan budaya dari suatu masyarakat dalam batasan tempat dan waktu tertentu (Sumalyo 1992, 1)
Ornamen dalam arsitektur candi sudah sangat jelas memiliki kedudukan yang penting. Melalui ornamen yang memiliki makna simbolis, dapat diketahui bagaimana sejarah candi, fungsi candi, ritual masyarakat, orientasi, posisi, hierarki, bahkan hingga aspek privat – publik. Ornamen berperan penting untuk arsitektur Indonesia, karena melalui ornamen yang tercermin dalam candi menjadikannya sebagai ciri ragam hias arsitektur khas Indonesia, menjadi sebuah karakter dan identitas bahwa ragam hias berupa ornamen adalah ragam hias lokal milik bangsa Indonesia. (Halim, A & Herwindo 2017: 170-191)
Penulis adalah Praktisi Pendidikan dan Pengagas BANREHI